Rabu, 11 November 2015

Ntaban: Kearifan lokal, Masyarakat Dayak Suku Banjur



NTABAN: Kearifan Lokal Masyarakat Dayak Banjur

Ntaban adalah sebuah alat tradisional berbentuk menyerupai bubu. Alat ini dimanfaatkan untuk menangkap ikan. Salah satu hal yang membedakan keduanya terletak pada proses penangkapan. Penangkapan ikan menggunakan bubu harus diberi umpan di dalamnya berupa buah singkong atau buah sawit matang. Sementara menangkap ikan menggunakan ntaban tidak perlu diberi umpan apapun di dalamnya. Menangkap ikan menggunakan ntaban merupakan kearifan lokal bagi masyarakat Dayak Banjur yang tinggal di pesisir sungai khususnya di wilayah Ketungau Hilir.
Penangkapan ikan menggunakan ntaban adalah cara penangkapan ikan secara terseleksi. Artinya tidak semua ikan dapat ditangkap menggunakan alat ini. Ia hanya dikhususkan untuk menangkap ikan yang berukuran lebih besar dari cela atau jarak antara kayu ubah. Kelemahan penangkapan ikan dengan cara ini adalah jumlah hasil penangkapan tidak maksimal yakni hanya satu ekor. Hal ini dikarenakan pintu akan tertutup pada saat ikan pertama masuk sehingga tertutup kemungkinan bagi ikan lain masuk ke ntaban yang sama. Besaran ntaban yang sering dibuat berukuran diameter 20 cm dan panjang 1 meter atau sesuai dengan keinginan. Penangkapan ikan dengan cara ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak egois dalam mengambil hasil alam. Namun tidak banyak masyarakat yang masih bertahan menggunakan cara ini. Kebanyakan dari mereka menggunakan jala, pukat dan yang lebih ekstrim dengan dituba dalam menangkap ikan di sungai.
Untuk dapat menghasilkan sebuah ntaban perlu disiapkan bahan seperti: kayu ubah  atau melaban atau jengger berjumlah 21 batang , urat larak (akar larak) sebanyak 3 bantang dengan ukuran panjang masing-masing 63 cm, wie seru’ (rotan seru’) 7 batang atau secukupnya, tali nilon 3 m, batu pemberat dengan ukuran 5-7 kg , kayu tuil (pengait) 30 cm sebanyak 1 batang, dan tali pancing yang disebut runut dengan ukuran panjang 1 m. Untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut  di atas tidak dibutuhkan perlakuan khusus atau ritus-ritus tertentu.
Jika semua bahan sudah disiapkan, tahap pertama adalah rotan dibelah dan diraut menjadi kecil dan halus dengan ukuran berkisar lebar 0,5 cm dan tebal 1-1,5 mm. Hal ini dilakukan agar rotan menjadi lentur dan mudah dimanfaatkan sebagai pengikat. Tahap selanjutnya adalah membuat lingkaran akar larak yang akan dimanfaatkan sebagai bingkai. Akar larak disiapkan tiga buah (bisa lebih tergantung panjang ntaban). Ukuran lingkaran akar larak antara yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Lingkaran akar larak  yang akan ditempatkan bagian tengah ntaban berukuran 20 cm dan ukuran lingkaran akar larak  yang akan ditempatkan bagian belakang ntaban berkisar 10 cm atau sesuai dengan kebutuhan. Akar larak yang menjadi bingkai pada bagian depan (pintu) ntaban berbentuk persegi panjang dengan ukuran 15 x 30 cm atau sesuai dengan keinginan. Sementara bingkai akar larak pada bagian tengah dan belakang berbentuk lingkaran. Tahap selanjutnya adalah mengikat kayu ubah pada bingkai akar larak yang sudah disiapkan menggunakan rotan seru’. Jarak antara kayu ubah yang satu dengan yang lainnya berkisar 3 cm. Hal yang perlu diperhatikan dalam cara mengikat adalah rotan seru’ tidak diputuskan setiap mengikat satu kayu ubah  tetapi berlanjut mengikat kayu ubah berikutnya hingga kembali pada ikatan pertama. Cara yang sama juga dilakukan pada akar larak bagian pintu dan bagian ujung ntaban. Agar pintu ntaban menjadi lebih kuat maka akar larak yang berbentuk persegi panjang diikatkan lagi pada bingkai kayu yang juga berbentuk persegi panjang. Kemudian Ujung-ujung kayu ubah (bagian belakang ntaban) disatukan dan diikat sehingga terlihat bentuk ntaban seperti sebuah kerucut. Tahap selanjutnya adalah pembuatan pintu ntaban.  Ini dibuat secara terpisah. Pintu ntaban berbentuk persegi panjang dengan ukuran berkisar 20 x 30 cm atau disesuaikan dengan bingkai pintu ntaban. Untuk memudahkan pintu terjatuh maka diberi pemberat yaitu batu dengan berat berkisar 5-7 kg atau disesuaikan dengan besar ntaban. Batu tersebut diikatkan pada pintu ntaban. Pada terakhir dibuat tali pengait pada pintu ntaban dan kayu tuil untuk mengaitnya. Tali pengait yang sering digunakan adalah nilon. Dari kayu tuil ke bagian dalam ntaban dihubungkan dengan sebuah tali pancing yang sering disebut runut. Runut  ini akan tertarik saat digerakan oleh ikan sehingga kayu tuil pada tali gantungan dipintu akan terlepas dan pintu akan terjatuh menutup ntaban, maka ikan di dalamnya akan terperangkap. Pada prinsipnya ukuran ntaban tidak baku atau bisa disesuaikan dengan keinginan pembuatnya.
Cara memasang ntaban sangat penting diperhatikan. Sebelum memasang ntaban  harus dibuat pagar. Pagar dibuat pada tepi sungai. Pada bagian tengah pagar diberi lubang untuk memasang ntaban. Ukuran lubang pada pagar disesuaikan dengan ukuran bingkai pintu ntaban. Agar pintu menjadi tergantung maka kayu tuil ditempatkan di atas pagar dan mengungkit tali gantungan pintu. Akan terlihat bahwa kayu pengait di atas pagar yang terletak di atas permukaan air. Untuk memudahkan pintu ntaban terjatuh maka dihubungkan tali runut dari kayu tuil ke dalam ntaban. Tali runut dibuat tepat di tengah disentuhan oleh ikan yang masuk sehingga memicu tarikan terhadap tuil dan pintu terjatuh.
 Hasil pengamatan masyarakat menunjukkan bahwa pada saat air pasang atau banjir, ikan yang berukuran kecil akan hanyut ke hilir. Sementara ikan yang berukuran besar akan berenang melawan arus menuju ke hulu melalui bagian tepi sungai. Oleh karenanya ntaban harus diarahkan ke hilir sungai saat memasang di sungai sehingga ikan yang menuju ke hulu pada saat air pasang atau banjir bisa terperangkap di sana. Tidak bisa dipastikan bahwa setiap kali memasang ntaban ke sungai akan mendapatkan hasil.
Penangkapan ikan dengan cara ini adalah cara menjaga ketersediaan hasil alam khususnya di sungai pada waktu yang akan datang. Selain itu juga mengajak manusia untuk tidak serakah dan dengan tidak sewenang-wenang mengeksploitasi alam demi menikmati hasil dalam waktu sesaat.





















BIODATA PESERTA LOMBA

NAMA                                   :  BENYAMIN PAGI, S.Fil
KELAHIRAN                        :  WOLOKOTA, 1 JUNI 1979
ALAMAT                              :  JL. M. SAAD – GANG DARUSSALAM  I – SINTANG
KONTAK                               :  +62   821 5376 1862
UNIT KERJA                                     :  SD SWASTA SULUH HARAPAN SINTANG
ALAMAT SEKOLAH           : JL. MT. HARYONO – Gg. DAMAI
  KELURAHAN KAPUAS KANAN HULU
                                                  KECAMATAN SINTANG - KABUPATEN SINTANG
TELEPON                              :  (0565) 21240
PELATIHAN                          :  PELATIHAN PENINGKATAN PROFESIONAL DAN
                                                   PEDAGOGI  BAGI GURU SD











Oleh Benyamin Pagi, S.Fil
Guru SD Swasta Suluh Harapan Sintang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Neneku guruku