Kamis, 24 November 2016

MENTEWANG BERDEBAR


Semua orang pasti pernah mengalami pengalaman di mana hatinya berdebar ketika menghadapi suatu masalah yang mengancam hidupnya. Pengalaman ini bisa jadi meruntuhkan segala rencana hidupnya dan membuat ia sangat tidak percaya diri lagi akan masa depannya yang lebih cerah. Pengalaman ini bisa jadi mengubah cita-cita hidupnya ataupun lokasi yang ia pilih untuk menjadi tempat tinggalnya. Terkadang keputusan ini secara terpaksa harus diambil.
Pengalaman serupa dialami oleh para penghuni Camp 35, khususnya blok Mentewang. Pengalaman yang mendebarkan hati bukan karena keinginan mereka untuk memperoleh uang yang banyak (plesetan kata Mentewang menjadi Mente dan Wang. kata Mente merupakan pembelokan dari kata Minta dan Wang berarti Uang. Jadi secara sederhana kata Mentewang dapat diasumsikan sebagai Minta Uang) tidak terwujud akan tertapi karena sebuah ancaman alam yang menggoncang dan menggetarkan jiwa serta membuat mereka amat ketakutan.
Ketakutan ini berawal dari hujan lebat mengguyur wilayah Camp 35 pada tanggal 26 oktober 2009 sekitarnya pukul 19.30 - 21.30, dan hal yang membangkitkan tingkat kekawatiran luar biasa adalah di pemukiman blok Mentewang adanya gejala longsoran. Kekhawatiran ini terulang kembali setelah dua atau tiga tahun berlalu, antara tahun 2007/2008 terjadi hal yang sama. Menurut pengakuan beberapa ibu blok Mentewang bahwa kekhawatiran itu selalu timbul bila adanya hujan lebat. Apabila itu terjadi pada malam hari maka mereka tidak mudah menuruti desakan mata untuk cepat membaringkan diri dan mengukir kekelaman dengan mimpi-mimpi indah. Malah mereka harus melawan keletihan tubuh demi mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan.
Tingkat kerawanan untuk terjadinya longsor amat tinggi, hal ini disebabkan oleh struktur tanah di wilayah ini tidak mampu menahan desakan air. Semua ini terjadi karena berat jenis tanah lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan aliran air hujan. Hal ini menyebabkan tanah dengan mudah terbawa arus air hujan. Beberapa orang mengatakan bahwa kerawanan itu menjadi mungkin karena tanah yang ada merupakan tanah pinjaman alias tanah numpang alias tanah timbun alias tanah yang diambil dari tempat lain dan membentuk sebuah dataran untuk dijadikan area permukiman.
Apabila memang demikian halnya, maka kekhawatiran yang timbul dalam hati para penghuni blok Mentewang amat beralasan. Sebab itu amat berhubungan dengan kelangsungan hidup dan masa depan mereka. Apabila dicermati secara mendalam, tentang ketakutan mereka akan timbul rentetan pertanyaan: Apakah wajar mereka harus takut? Apakah yang mereka takutkan bila terjadi longsor? Apakah mereka takut mati atau apakah mereka takut hidup?
Sebagai manusia ketakutan terhadap sesuatu yang mengancam hidup amat wajar dan sangat manusiawi. Apakah ini sebagai pratanda bahwa manusia selalu takut akan kematian? Sebenarnya kematian itu tidak perlu ditakutkan karena hidup manusia ditarik dan diulur oleh dua titik yang berseberangan yaitu kehidupan dan kematian. Semua orang yang hidup pasti akan mati, semakin kita takut akan kematian maka kehidupan kita akan semakin dihantui oleh kematian itu sendiri. Siapa yang takut mati ia jangan hidup dan hanya orang yang sudah mati tidak takut akan kematian itu sendiri.
Mengapa orang harus menghindarkan diri ketika ada bahaya? Ebiet G. Ade mengatakan “mumpung kita masih diberi waktu” jangan disia-siakan. Mumpung masih ada waktu untuk menghindarkan diri jangan mengabaikannya. Menghindarkan diri dari ancaman bahaya menunjukkan ketakutan mereka akan hidup. Mereka takut untuk hidup khususnya di tempat rawan bencana. Mereka takut hidunya diancam bencana. Mereka takut disebut sebagai sisa bencana.
Menghindarkan diri dari bahaya mengisyaratkan bahwa manusia mencintai kehidupannya. Sebab semua manusia dalam hati kecilnya mendukung ucapan Chairil Anwar “ aku ingin hidup seribu tahun lagi”
Beberapa dari mereka pindah ke pemukiman blok lain agar kekhawatiran ini tidak selalu menghantui mereka. Di tengah ramainya niat ingin pindah, ada yang ingin tampil sebagai Mbak Marijan yang tidak gentar dan takut menghadapi ancaman alam. Mbak Marijan pernah tidak meninggalkan kampung halamannya manakala gunung merapi akan meletus. Alhasil, aksinya itu membuat ia menjadi terkenal dan menjadi bintang iklan salah satu produk. Apakah mereka ingin mengukir nama sebagai Mbak Marijan dari Mentewang? Wallahu alam

OBAT PINTAR


Suatu ketika seorang murid “SDS Harus Pintar” sebut saja namanya Goran merasa kesal dan jenuh untuk pergi belajar di sekolah. Walaupun demikian, toh setiap hari ia tetap berpamitan pada orang tuanya untuk berangkat ke sekolah. Namun rasa kesal dan bosan terus terbayang dalam pikirannya sehingga ia berbalik arah dan menghabiskan waktu di tempat lain ketimbang di sekolah. Goran merasa tersiksa selama belajar di sekolah alasannya hampir semua guru mata pelajaran mencemoohkan dia lantaran ia bodoh. Goran merasa para gurunya tidak mendukung dia dalam belajar, akan tetapi selalu meremehkan dia dan menganggap ia adalah orang yang paling bodoh di sekolah itu. Goran berpikir dari pada aku tersiksa selama berada di sekolah lebih baik aku mencari kesenangan lain di tempat lain. Seminggu telah berlalu Goran tak pernah nongol di sekolah.
Pada suatu kesempatan, orang tua mendapat kunjungan dari seorang guru. Tamu itu tidak lain adalah wali kelas dari Goran anak kesayangan mereka. Wali kelas itu mempertanyakan, apa alasan orang tua tidak mengizinkan
Goran untuk bersekolah di “SDS Harus Pintar”. Betapa kagetnya orang tua Goran. “Ternyata selama ini kita tertipu, bu!”. Kata ayah Goran kepada istrinya. Guru wali kelaspun bingung, lalu bertanya, apa sebenarnya yang telah terjadi pak? Mama Goran menyahut: “begini pak, sebenarnya selama ini anak kami Goran selalu pamitan sama kami hendak berangkat ke sekolah dan kami berpikir bahwa selama ini ia belajar seperti biasa di sekolah”. Dengan mata berkaca-kaca ayah Goran berkata: “anak ini merepotkan orang tua saja, akan ku beri pelajaran berharga buat dia”. “Pak tak boleh menyelesaikan masalah ini dengan perasaan emosi, sebab ini bisa berakibat Goran tidak ingin bersekolah lagi”, kata wali kelas.
Beberapa saat kemudian, dengan wajah yang ceriah Goran memberi ucapan “selamat siang pap-mam”. Sesaat berselang wajah Goran berubah menjadi lusuh dan malu-malu karena di balik pintu ia melihat wali kelasnya yang tengah menatapnya. “ayo duduk” kata ayahnya dengan suara agak membentak. “Nak, kemana sebenarnya kamu, ini gurumu mancari kamu, katanya sudah seminggu kamu nda ke sekolahan” Tanya ibunya. Goran terdiam. “jawab….., apa yang terjadi?” kata ayahnya. Dengan tertunduk malu Goran menceritakan semua hal yang membuat ia malas ke sekolah. “malu pap-mam, masa di hadapan semua teman, aku dianggap murid yang paling bodoh oleh hampir semua guru”. Sang wali kelas pun mulai mengerti bahwa Goran diobok-obok oleh para guru. Sang wali kelaspun pamit pulang setelah semuanya menjadi jelas.
Ayah Goran turut merasa malu, karena anaknya dianggap murid yang paling bodoh. Ia akhirnya mendatangi semua dukun untuk mencari obat pintar. Hampir semua dukun merasa tak mampu mengatasi masalah ini. Ayah Goran mendapat informasi dari temannya bahwa ada seorang dukun yang sangat terkenal. Semua masalah kalau ditangani oleh dukun tersebut pasti beres. Di suatu sore, Goran bersama ayahnya mendatangi dukun tersebut. Ayahnya menceritakan semua masalah yang dihadapai oleh anaknya Goran. “kalau masalah ini sih, gampang pak. Aku sudah menangani masalah ini sudah………, ya sepuluh kali” kata sang dukun. “Delapan dari mereka berhasil dan dua gagal. Itu dikarenakan anaknya yang nda mau” lanjut sang dukun dengan nada bangga. “Jadi pak dukun siap membantu anak saya? tanya ayah Goran. “saya harus siap demi masa depan anak bapak” kata pak dukun. “tapi berapa bayarannya?” Tanya ayah Goran. “Nda mahal pak, ya…..hanya 2,5 juta sekali datang”. Kata pak dukun. “Oke, aku siap, berapapun biayahnya, yang penting anakku tidak lagi dianggap bodoh dan lebih dari itu, bisa meraih masa depan yang lebih baik” kata ayah Goran. “Kalau begitu besok kita mulai dan sekarang aku harus mencari semua ramuan yang perlu” sambung pak dukun. “Baik kalau begitu, kami permisi pak” kata ayah Goran.
Sang dukun mulai bingung apa yang harus dibuatnya. Sebenarnya dukun tersebut amat membutuhkan uang dan tak mampu mengatasi masalah itu. Ia terus berpikir bagaimana caranya bisa meyakinkan orang. Secara terpaksa ia harus berbuat sesuatu agar bisa mendapatkan uang.
Keesokan harinya Goran bersama ayahnya mendatangi pak dukun. Pak dukun sudah siap, duduk bersila, sebuah tungku mini di hadapannya dengan apai yang sedang menyalah.” Selamat sore pak” kata ayah Goran. Pak dukun seolah-olah tak mendengar dan penuh konsentrasi besemedi. Goran bersama ayahnya langsung menuju ruangan di mana pak dukun berada. Pak dukun kelihatan amat tenang, penuh konsentrasi dan meyakinkan. Perlahan ia membuka mata dan tampak Goran bersama ayahnya sudah berada di hadapannya. “Selamat datang pak, aku sudah menunggumu lama” kata pak dukun. “maaf ya pak, terlambat datang” sahut ayah Goran.
“Pak nda sabaran lagi ni” kata ayah Goran. “Oke, kalau begitu kita mulai” sahut pak dukun. Pak dukun kembali mememjamkan mata, dan membaca kata-kata majis “otak berotak, nalar bernalar…………datanglah…datanglah pada Goran… bodoh pergi…bingung berlalu…pintar datang……hai otak bertotak……nalar bernalar. Matahari benderang bersinar, bulan purnama menerangi pikiran Goran,……pintar... pintar…pintar…” lalu pak dukun mengambil secarik kertas dan menulis rajin belajar supaya pintar, lalu membakar kertas itu. Sejenak setelah itu pak dukun terdiam dan kembali berkonsentrasi. Ia lalu membuka mata perlahan dan berjabatan tangan dengan Goran. “selamat ya nak, kamu pasti akan pintar, dan ingat kamu juga harus giat belajar” kata pak dukun. “terima kasih pak, aku janji akan giat belajar” sahur Goran.
Hal yang sama berlangsung selama sebulan, namun tak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Goran semakin pintar, karena ia malas belajar. Ia hanya mengharapkan hasil kerja dukun. Nilai hariannya selalu di bawah nilai standar sekolah. Ayah Goran mulai gerah. Ia kembali mendatangi dukun itu dan meyampaikan kekecewaannya. Dengan nada dan suara yang tenang pak dukun mengatakan “ingat pak, keberhasilan belajar hanya bisa ditentukan oleh anak bapak sendiri, bukan saya…saya hanya membantu dan tanggung jawab penuh tetap berada di tangannya sendiri”. Ayah Goran terdiam…..”lalu bagaimana dengan uang yang telah saya bayarkan, akan tetapi nda’ ada hasilnya, pak” tanya ayah Goran dengan nada kecewa. “uang bapak adalah kelalaian anak bapak, uang bapak adalah kemalasan anak bapak, dan aku tidak bertanggung jawab apalagi mengembalikannya” sahut pak dukun dengan nada tegas.
Ayah Goran sangat kecewa, karena uangnya habis sementara anaknya tetap bodoh. Ketika ia hendak pulang, pak dukun menitipkan sebuah amplop kepada anaknya Goran yang isinya
JIKA INGIN PINTAR TIDAK ADA CARA LAIN SELAIN BELAJAR, MENDENGARKAN PENGAJARAN DARI GURU SECARA SERIUS bukan MENCARI DUKUN”……………
selamat belajar…… ya nak……. Jangan mengecewakan orang tuamu……….selamat belajar…kamu pasti bisa pintar………….

Rabu, 11 November 2015

Ntaban: Kearifan lokal, Masyarakat Dayak Suku Banjur



NTABAN: Kearifan Lokal Masyarakat Dayak Banjur

Ntaban adalah sebuah alat tradisional berbentuk menyerupai bubu. Alat ini dimanfaatkan untuk menangkap ikan. Salah satu hal yang membedakan keduanya terletak pada proses penangkapan. Penangkapan ikan menggunakan bubu harus diberi umpan di dalamnya berupa buah singkong atau buah sawit matang. Sementara menangkap ikan menggunakan ntaban tidak perlu diberi umpan apapun di dalamnya. Menangkap ikan menggunakan ntaban merupakan kearifan lokal bagi masyarakat Dayak Banjur yang tinggal di pesisir sungai khususnya di wilayah Ketungau Hilir.
Penangkapan ikan menggunakan ntaban adalah cara penangkapan ikan secara terseleksi. Artinya tidak semua ikan dapat ditangkap menggunakan alat ini. Ia hanya dikhususkan untuk menangkap ikan yang berukuran lebih besar dari cela atau jarak antara kayu ubah. Kelemahan penangkapan ikan dengan cara ini adalah jumlah hasil penangkapan tidak maksimal yakni hanya satu ekor. Hal ini dikarenakan pintu akan tertutup pada saat ikan pertama masuk sehingga tertutup kemungkinan bagi ikan lain masuk ke ntaban yang sama. Besaran ntaban yang sering dibuat berukuran diameter 20 cm dan panjang 1 meter atau sesuai dengan keinginan. Penangkapan ikan dengan cara ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak egois dalam mengambil hasil alam. Namun tidak banyak masyarakat yang masih bertahan menggunakan cara ini. Kebanyakan dari mereka menggunakan jala, pukat dan yang lebih ekstrim dengan dituba dalam menangkap ikan di sungai.
Untuk dapat menghasilkan sebuah ntaban perlu disiapkan bahan seperti: kayu ubah  atau melaban atau jengger berjumlah 21 batang , urat larak (akar larak) sebanyak 3 bantang dengan ukuran panjang masing-masing 63 cm, wie seru’ (rotan seru’) 7 batang atau secukupnya, tali nilon 3 m, batu pemberat dengan ukuran 5-7 kg , kayu tuil (pengait) 30 cm sebanyak 1 batang, dan tali pancing yang disebut runut dengan ukuran panjang 1 m. Untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut  di atas tidak dibutuhkan perlakuan khusus atau ritus-ritus tertentu.
Jika semua bahan sudah disiapkan, tahap pertama adalah rotan dibelah dan diraut menjadi kecil dan halus dengan ukuran berkisar lebar 0,5 cm dan tebal 1-1,5 mm. Hal ini dilakukan agar rotan menjadi lentur dan mudah dimanfaatkan sebagai pengikat. Tahap selanjutnya adalah membuat lingkaran akar larak yang akan dimanfaatkan sebagai bingkai. Akar larak disiapkan tiga buah (bisa lebih tergantung panjang ntaban). Ukuran lingkaran akar larak antara yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Lingkaran akar larak  yang akan ditempatkan bagian tengah ntaban berukuran 20 cm dan ukuran lingkaran akar larak  yang akan ditempatkan bagian belakang ntaban berkisar 10 cm atau sesuai dengan kebutuhan. Akar larak yang menjadi bingkai pada bagian depan (pintu) ntaban berbentuk persegi panjang dengan ukuran 15 x 30 cm atau sesuai dengan keinginan. Sementara bingkai akar larak pada bagian tengah dan belakang berbentuk lingkaran. Tahap selanjutnya adalah mengikat kayu ubah pada bingkai akar larak yang sudah disiapkan menggunakan rotan seru’. Jarak antara kayu ubah yang satu dengan yang lainnya berkisar 3 cm. Hal yang perlu diperhatikan dalam cara mengikat adalah rotan seru’ tidak diputuskan setiap mengikat satu kayu ubah  tetapi berlanjut mengikat kayu ubah berikutnya hingga kembali pada ikatan pertama. Cara yang sama juga dilakukan pada akar larak bagian pintu dan bagian ujung ntaban. Agar pintu ntaban menjadi lebih kuat maka akar larak yang berbentuk persegi panjang diikatkan lagi pada bingkai kayu yang juga berbentuk persegi panjang. Kemudian Ujung-ujung kayu ubah (bagian belakang ntaban) disatukan dan diikat sehingga terlihat bentuk ntaban seperti sebuah kerucut. Tahap selanjutnya adalah pembuatan pintu ntaban.  Ini dibuat secara terpisah. Pintu ntaban berbentuk persegi panjang dengan ukuran berkisar 20 x 30 cm atau disesuaikan dengan bingkai pintu ntaban. Untuk memudahkan pintu terjatuh maka diberi pemberat yaitu batu dengan berat berkisar 5-7 kg atau disesuaikan dengan besar ntaban. Batu tersebut diikatkan pada pintu ntaban. Pada terakhir dibuat tali pengait pada pintu ntaban dan kayu tuil untuk mengaitnya. Tali pengait yang sering digunakan adalah nilon. Dari kayu tuil ke bagian dalam ntaban dihubungkan dengan sebuah tali pancing yang sering disebut runut. Runut  ini akan tertarik saat digerakan oleh ikan sehingga kayu tuil pada tali gantungan dipintu akan terlepas dan pintu akan terjatuh menutup ntaban, maka ikan di dalamnya akan terperangkap. Pada prinsipnya ukuran ntaban tidak baku atau bisa disesuaikan dengan keinginan pembuatnya.
Cara memasang ntaban sangat penting diperhatikan. Sebelum memasang ntaban  harus dibuat pagar. Pagar dibuat pada tepi sungai. Pada bagian tengah pagar diberi lubang untuk memasang ntaban. Ukuran lubang pada pagar disesuaikan dengan ukuran bingkai pintu ntaban. Agar pintu menjadi tergantung maka kayu tuil ditempatkan di atas pagar dan mengungkit tali gantungan pintu. Akan terlihat bahwa kayu pengait di atas pagar yang terletak di atas permukaan air. Untuk memudahkan pintu ntaban terjatuh maka dihubungkan tali runut dari kayu tuil ke dalam ntaban. Tali runut dibuat tepat di tengah disentuhan oleh ikan yang masuk sehingga memicu tarikan terhadap tuil dan pintu terjatuh.
 Hasil pengamatan masyarakat menunjukkan bahwa pada saat air pasang atau banjir, ikan yang berukuran kecil akan hanyut ke hilir. Sementara ikan yang berukuran besar akan berenang melawan arus menuju ke hulu melalui bagian tepi sungai. Oleh karenanya ntaban harus diarahkan ke hilir sungai saat memasang di sungai sehingga ikan yang menuju ke hulu pada saat air pasang atau banjir bisa terperangkap di sana. Tidak bisa dipastikan bahwa setiap kali memasang ntaban ke sungai akan mendapatkan hasil.
Penangkapan ikan dengan cara ini adalah cara menjaga ketersediaan hasil alam khususnya di sungai pada waktu yang akan datang. Selain itu juga mengajak manusia untuk tidak serakah dan dengan tidak sewenang-wenang mengeksploitasi alam demi menikmati hasil dalam waktu sesaat.





















BIODATA PESERTA LOMBA

NAMA                                   :  BENYAMIN PAGI, S.Fil
KELAHIRAN                        :  WOLOKOTA, 1 JUNI 1979
ALAMAT                              :  JL. M. SAAD – GANG DARUSSALAM  I – SINTANG
KONTAK                               :  +62   821 5376 1862
UNIT KERJA                                     :  SD SWASTA SULUH HARAPAN SINTANG
ALAMAT SEKOLAH           : JL. MT. HARYONO – Gg. DAMAI
  KELURAHAN KAPUAS KANAN HULU
                                                  KECAMATAN SINTANG - KABUPATEN SINTANG
TELEPON                              :  (0565) 21240
PELATIHAN                          :  PELATIHAN PENINGKATAN PROFESIONAL DAN
                                                   PEDAGOGI  BAGI GURU SD











Oleh Benyamin Pagi, S.Fil
Guru SD Swasta Suluh Harapan Sintang

Neneku guruku